Jumat, 13 April 2012

Inception, Bisa Menjadi Kenyataan ?

Sudah pernah menonton film Inception? Baru-baru ini ada penelitian menarik berkaitan dengan film tersebut.

Ide dari film surealis blockbuster Hollywood, Inception, di mana orang bepergian melewati mimpi orang lain untuk 'menanam' suatu ide di kepalanya, mungkin akan segera terwujud menjadi kenyataan.


Para peneliti di Yale telah menemukan bahwa lucid dreamers, pemimpi yang mempunyai kemampuan 'bangun dari mimpi' dan dapat mengontrolnya, dapat mempelajari keterampilan baru dalam mimpi mereka.

Sebuah tim tengah bereksperimen melatih orang-orang tersebut. Mereka dilatih dengan memberitahukan ide-ide apa saja yang harus mereka mimpikan.

Orang-orang yang Mengendalikan Mimpi

Orang yang dapat mengendalikan mimpi-mimpi mereka dapat menggunakan kemampuan yang tidak biasa untuk mengalami rasa euforia, seolah-olah mereka memiliki sesuatu yang dicapai.

Tapi petunjuk penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang benar-benar dapat 'menggunakan' mimpi mereka sebagai alat untuk belajar.

Berada di bawah komando mimpi membuka peluang untuk memanipulasi orang-orang tersebut agar belajar dan berlatih, meskipun mungkin tidak setepat belajar biola saat tidur.

Sebaliknya, lucid dreamers dapat mengontrol area otak mereka untuk terbuka dan belajar sementara mereka tidur. Terlebih lagi, tampaknya menjadi lucid dreamer memberikan beberapa keuntungan tersendiri.

Peneliti dari Yale University menemukan bahwa lucid dreamer tampil lebih baik dalam test berjudi, dirancang untuk menguji bagian dari otak yang penting untuk pengambilan keputusan emosional dan interaksi sosial, kata sebuah laporan di New Scientist minggu ini.

Peter Morgan di Yale University dan rekannya berpikir bahwa daerah otak ini dapat dilatih.

Morgan dan timnya bekerja melatih orang untuk menggunakan mimpinya.

Morgan berharap dengan hal ini, seseorang dapat meningkatkan kontrol sosial dan kemampuan pengambilan keputusan.

"Kita tahu bahwa dengan melibatkan sirkuit di otak, kita dapat mengubah arsitektur," katanya.

Ini sudah terbukti bahwa orang-orang yang mengerjakan tugas-tugas lewat mimpi bisa lebih baik dari mereka yang berada di kehidupan nyata.

Satu studi di Swiss, yang dipimpin oleh Daniel Erlacher dari University of Bern, menunjukkan bahwa lucid dreamer yang berlatih melemparkan koin ke cangkir lebih baik daripada ketika mereka bangun.

Abu Nawas, Sufi Kocak Namun Cerdas

Siapa yang tak kenal Abu Nawas? Seorang jenaka yang sungguh cerdas dan bijaksana. Saya akan mengupas sedikit tentang siapa itu Abu Nawas, karena bagi saya, dia bukan hanya sekedar pintar melucu atau membuat kita tertawa saja, dari ceritanya, kita bisa memetik banyak hal tentang hidup dan ketuhanan.


Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai penenun. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.

Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa’ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.

Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.

Dalam Al-Wasith fil Adabil ‘Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya’irul bilad).

Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.

Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.

Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.

Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.

Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti – yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.


Salah Satu Cerita Abu Nawas

Ada salah satu cerita yang unik yang saya dapatkan di internet, yaitu tentang sebuah pertanyaan retorika ayam dan telur, siapa yang lebih dulu ada? Dengan cerdas Abu Nawas menjawabnya di cerita ini, walaupun ketika pertama membaca alasannya, saya kurang begitu mengerti. Tapi setelah lama dipikirkan, akhirnya baru mengerti. Lebih lengkapnya, silakan dibaca.

Asal Usul Ayam dan Telur


Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barang siapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas: Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.

Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas. Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.

Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya, "Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?"
"Telur." jawab peserta pertama.
"Apa alasannya?" tanya Baginda. "Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata peserta pertama menjelaskan. "Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda.

Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. Ia tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian peserta kedua maju. Ia berkata, "Paduka yang mulia, sebenamya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan."
"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda. "Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila telur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua dengan mantap.
"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bingung. Ia pun dijebloskan ke dalam penjara. Lalu giliran peserta ketiga. Ia berkata, "Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."
"Sebutkan alasanmu." kata Baginda. "Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan. "Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.
"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha menjelaskan.

"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?" Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. Ia pun dimasukkan ke penjara. Kini tiba giliran Abu Nawas. Ia berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam."
"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu
"Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat. Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak bisa menyanggah alasan Abu Nawas dan terpaksa harus memberi uang dalam jumlah besar sebagai hadiah untuk Abu Nawas.

Kiat Agar Anak Lebih Pintar


1. Jauhi Anak dari Kebiasaan Nonton TV
Sebanyak 30 persen anak-anak di bawah usia 2 memiliki televisi di kamar tidurnya. Dan 59 persen anak-anak berusia di bawah 2 tahun menonton TV dua jam sehari. Manfaat menonton TV bagi bayi tidak diketahui, namun TV diketahui merusak keterampilan mental dan menyia-nyiakan waktu untuk perkembangan otak yang seharusnya dihabiskan dengan cara berbicara dengan orang lain.

2. Beri anak Air Susu Ibu (ASI)
Anak berusia enam tahun yang diberi ASI terus menerus ketika bayi, skor tes IQ-nya 5
persen lebih tinggi daripada anak 6 tahun yang tidak mendapat ASI. Kesimpulan ini didasarkan pada penelitian yang diikuti oleh dua kelompok ibu di Belarusia baru dan anak-anaknya. Hal pertama yang dapat dilakukan seorang Ibu untuk membesarkan anak cerdas adalah dengan cara menyusui. Manusia memiliki persentase lemak lebih besar dibandingkan dengan susu sapi yang dibutuhkan untuk melindungi sel-sel otak.

3. Belajar musik
Anak-anak yang memainkan piano atau alat musik gesek mendapat skor keterampilan verbal 15 persen lebih tinggi daripada anak yang tidak memainkan alat musik. Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini melibatkan siswa dari area musik Boston dan sekolah umum. Usia rata-rata siswa adalah 10 tahun dan beberapa di antaranya pernah belajar musik setidaknya selama tiga tahun.

4. Belajar mengendalikan diri atau sabar
Anak-anak yang mampu menunda kepuasan 15 kali lebih lama daripada teman-temannya dan lebih sabar mendapat skor 210 poin lebih tinggi pada SAT(Scholastic Assessment Test). Anak-anak yang bisa menunggu 15 menit sebelum makan kue pertama mencetak 210 poin lebih tinggi pada tes SAT nya daripada yang tidak bisa menunggu lebih dari satu
menit. Jenius tidak banyak berkaitan dengan IQ, tapi berkaitan dengan fungsi eksekutif.

5. Penuhi rumah dengan buku
Anak yang dibesarkan di sebuah rumah berisi setidaknya 500 buku memiliki kemungkinan lulus SMA 36 persen lebih tinggi dan 19 persen lebih mungkin lulus dari perguruan tinggi daripada anak yang dibesarkan di rumah yang hanya berisi beberapa atau bahkan tidak menyimpan buku. Orangtua yang suka membaca menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa membaca adalah kegiatan yang menarik, menyenangkan, dan bermanfaat.

6. Hindari kegemukan pada anak
Anak gemuk mendapat skor 11 persen lebih rendah pada tes membaca daripada anak dengan berat badan normal. Ilmuwan di Temple University menemukan siswa sekolah menengah yang mengalami kelebihan berat badan memiliki prestasi lebih rendah daripada teman-teman sebayanya yang memiliki berat badan normal, serta lebih sering tidak masuk dan terlambat datang sekolah.

7. Ikut program prasekolah
Anak yang mengikuti program prasekolah 52 persen lebih mungkin lulus SMA daripada yang tidak mengikuti program prasekolah. Pada usia 27 tahun, kelompok prasekolah lima kali lebih banyak yang memiliki rumah sendiri daripada kelompok non-prasekolah.
Pada usia 40, kelompok non-prasekolah ditangkap atas tuduhan narkoba delapan kali lebih banyak dibandingkan alumni prasekolah, dan dua kali lebih sering melakukan serangan fisik.

8. Perbanyak anak mendengar kosakata baru
Anak-anak dalam keluarga penerima bantuan sosial mendengar kata-kata hampir empat kali lebih sedikit per tahunnya daripada anak-anak dari keluarga kelas profesional.
Para peneliti mengungkapkan bahwa semakin banyak kata-kata yang didengar, semakin besar kosakata dan semakin tinggi prestasi akademik.

9. Belajar bahasa asing
Anak-anak yang mempelajari bahasa asing selama dua tahun mendapat skor SAT 14 persen lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak pernah mempelajari bahasa asing.
Nilai verbal siswa yang mempelajari bahasa asing selama empat atau lima tahun lebih tinggi daripada skor verbal siswa yang mempelajari pelajaran lain selama empat atau lima tahun.

10. Batasi permainan game komputer atau video game
Siswa yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari bermain komputer dan video game mendapat skor ujian sekolah 9,4 persen lebih rendah daripada siswa yang tidak lagi memainkan game semacam itu. Bermain videogame berlebihan dapat mengganggu sekolah seperti halnya kegiatan lain yang dilakukan berlebihan semisal membaca untuk kesenangan, bermain di luar, tidur, atau berinteraksi langsung dengan teman dan keluarga.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More